Pradita Utama
Pradita Utama
14+ Years Experienced Software Engineer and Tech Leadership at Startups and Corporates
Sep 13, 2018 7 min read

Kerja di Korporasi atau Startup? - Bagian Kedua

thumbnail for this post

“Independen! Bebas! Fleksibel” Kata orang

PERHATIAN

Saya berusaha netral dan tidak menjelek-jelekan atau mempromosikan perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya dan saat ini. Jika ada kalimat yang menyinggung di tulisan ini, saya mohon maaf.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan entitas perusahaan yang disebutkan di tulisan ini.

Tulisan ini juga akan sangat panjang dan membosankan bagi beberapa orang.

Tulisan ini adalah bagian kedua dari tulisan saya sebelumnya. Sebaiknya baca dulu tulisan ini https://www.praditautama.com/posts/kerja-di-korporasi-atau-startup-bagian-pertama/

TLDR; — bagian kedua

Bekerja di Startup itu asik dan menantang. Jam kerja juga fleksibel, tapi juga ada konsekuensinya. Beberapa orang bilang bekerja di Startup itu tidak aman, bisa kapanpun dipecat atau bisa kapanpun Startupnya tutup. Soal gaji bisa diperdebatkan besarnya, karena besar atau kecil itu relatif bagi setiap orang.

Jika suka bekerja dengan cepat (dan sering berubah), belajar hal baru, berjiwa muda (atau memang muda beneran), cepat naik posisi, bisa jadi cocok. Jika mencari keamanan karir, gaji, tunjangan, asuransi, dan pensiun sebaiknya masuk korporasi saja. Tapi ini bisa diperdebatkan juga, karena ada startup yang mulai seperti korporasi dalam hal gaji dan tunjangan.

Korporasi atau startup? Bekerja dengan passion dan berikan yang terbaik, karena usaha tidak akan menghianati hasil. Kata orang.

Tech in Asia (Januari 2017– Agustus 2018)

Tech in Asia adalah startup pertama dalam karir saya. Di tulisan saya sebelumnya setelah 7 tahun di XL Axiata, akhirnya saya memutuskan untuk pindah ke startup. Dari korporasi ke startup ini seperti pindah planet dan masuk ke lingkungan dan ekosistem baru, walau penghuni planetnya juga sama, yaitu manusia.

Alasan saya pindah salah satunya, ingin lebih independen dan bisa explore hal baru. Selain mulai bosan dengan rutinitas berangkat jam 6 pagi dan pulang sampai rumah jam 8 malam, senin hingga jumat. Saat itu media teknologi dan startup terkemuka di Asia, Tech in Asia, ternyata sedang mencari Head of Engineering. Saya penasaran, startup media atau portal berita ternyata ada tim engineering-nya, buat apa? Ternyata setelah saya ngobrol dengan Glenn Prasetya (Head of Product di Tech in Asia Indonesia, Co-founder Gamesaku — yang kemudian diakuisisi oleh Tech in Asia), di Tech in Asia banyak teknologi yang dipakai. Dari analitik, machine learning, dsb.

Oh iya, salah satu tim saya Pramesti Hatta K. menulis teknologi yang dipakai di Tech in Asia saat itu di 2017. Silakan dinikmati. https://id.techinasia.com/teknologi-web-tech-in-asia-indonesia

Tech in Asia membutuhkan seorang Head alias kepala untuk memimpin tim developer dan membuat roadmap teknologi yang akan dipakai di masa depan.

Long story short. Saya pindah ke Tech in Asia menjadi Head of Engineering.

Di hari pertama, suasana startup mulai terasa. Saya datang jam 9 pagi, kantor masih sepi. Mulai ramai jam 10 pagi. Walaupun tidak ada jam kerja, tidak ada yang protes jika teman kerja kita datang siang atau tidak datang. Karena bisa jadi dia kerja remote hari itu, atau datang siang dan pulang malam.

Yang penting hasil dan OKR tercapai.

Pindah dari korporasi besar ke Startup ada pengorbanan. Jika di XL Axiata saya mendapatkan tunjangan kesehatan, pulsa, bonus tahunan, dan kendaraan dengan jumlah yang sangat besar, maka hal tersebut adalah barang mewah di startup. Apalagi asuransi, ini barang mewah juga di startup.

Harus pintar mengatur gaji, jika suatu saat butuh biaya ke dokter atau rumah sakit.

Kecuali Startup yang sudah unicorn ya, ketika uang bukan masalah. Trus kenapa mau melepaskan semua tunjangan materi?

Salah satunya, kebebasan waktu kerja. Di Tech in Asia saya bisa mengantar anak saya sekolah dan menunggu hingga pulang sekolah. Selama 3 jam menunggu, saya bisa bekerja remote. Jam 11 siang baru saya meluncur ke kantor, kondisi jalan pun juga mulai sepi.

Jam 6 atau jam 7 sore, saya baru pulang. Jika dihitung jam kerja juga sama jika full di kantor, hanya saja saya sebagian diluar kantor.

Bahkan jika memang saya sedang ingin full remote di rumah pun bisa. Tidak ada absen, tidak ada jam kerja formal, bahkan tidak ada batasan cuti. Ya, cuti bisa kapan saja dan ambil berapapun, asal bertanggung jawab.

Salah satu budaya di Tech in Asia yang saya suka dan tidak didapat di perusahaan tempat saya bekerja sebelum-sebelumnya adalah transparansi. Setiap bulan semua karyawan mendapatkan informasi detail kondisi perusahaan, keuntungan, kerugian, sampai sisa uang yang ada. Bahkan informasi berapa lama lagi Tech in Asia masih bisa operasi dengan sisa uang saat itu.

Berbeda dengan korporasi, XL Axiata pernah dalam kondisi uang melimpah, bonus hingga 10x lipat gaji. Juga pernah dalam kondisi setiap bulan merugi ratusan milyar. Tapi walau merugi ratusan milyar, tidak serta merta bulan depan XL Axiata tutup.

Di startup, jika sisa uang di bank habis dan terus merugi, ada dua kemungkinan. Bulan depan tutup dan semua di PHK atau CEO mencari investor baru untuk menyuntikkan dana supaya bisa bertahan.

Kelihatan bedanya? Aman vs tidak aman. Apalagi yang sudah berkeluarga, keamanan karir (dan income) ini penting sekali.

Pernah suatu ketika, sisa uang yang ada hanya bisa untuk operasional 4 bulan. Ini artinya, jika tidak melakukan efisiensi atau lebih giat jualan maka Tech in Asia akan tutup dalam waktu 4 bulan dan semua dirumahkan. Tapi ternyata Tech in Asia berhasil menambah runway. Walau dengan melepaskan teman-teman di India. https://e27.co/techinasia-laid-off-staff-india-cancels-event-20170313/

Hari ini masih bekerja, besok mengganggur, atau minggu depan kantor tutup. Kata orang itu #StartupLyfe

Saya ambil resiko itu ketika masuk Tech in Asia, karena saya yakin akan mendapat manfaat lain di masa depan.

Sejak di Tech in Asia, exposure karir dan profil diri semakin meningkat. Nilai jual semakin tinggi. Di bulan ke-dua di Tech in Asia, saya mendapat message dari COO LYKE (Startup kurasi fashion) menawarkan saya menjadi CTO LYKE, percakapan ini berlanjut hingga beliau telpon saya, tapi saya menolak posisi itu. Saya masih ingin membangun Tech in Asia Indonesia.

COO at LYKE COO at LYKE

1 tahun kemudian, ada berita LYKE tutup https://id.techinasia.com/lyke-menghentikan-layanan

Ya, it’s Startup :)

Exposure terhadap profil saya bisa jadi karena brand Tech in Asia masih sangat baik di dunia startup. Startup mana yang tidak kenal Tech in Asia?

Tawaran bergabung dari Startup lain, menjadi pembicara, dsb salah satu keuntungan bergabung di Tech in Asia.

Salah satu Co-founder aplikasi Point of Sales di Indonesia, menawarkan posisi yang lumayan. Salah satu Co-founder aplikasi Point of Sales di Indonesia, menawarkan posisi yang lumayan.

Sampai capek harus menjawab co-founder, founder dan head hunter yang mengirim pesan ke saya. #HumbleBrag

Banyak hal dan ilmu baru yang dipelajari, AI, DevOps, sampai blockchain. Sampai suatu hari, Tech in Asia harus melakukan efisiensi (lagi). Kali ini lebih besar dari kejadian di India tahun sebelumnya. Salah satu portal berita startup ,e27, membahas juga https://e27.co/tech-asia-lays-off-singapore-indonesia-team-20180817/

Tapi detailnya dengan berat hati tidak akan saya share disini. Kejadian ini juga menguji saya sebagai leader, teman, keluarga, dan rekan kerja. Saya memutuskan keluar.

Ya itulah Startup, bisa hidup bisa mati kapanpun. Korporasi juga sama, hanya beda berapa lama dan kuat.

Qlue — Smart City Apps (Agustus 2018 — sekarang)

Setelah 1 tahun 6 bulan di Tech in Asia, saya memutuskan pindah ke Qlue menjadi Vice President of Technology and Innovation. Upgrade posisi dan tanggung jawab karena di Qlue ada lebih dari 50 developer dibanding di Tech in Asia Indonesia yang hanya ada 7 orang.

Qlue juga startup seperti Tech in Asia, hanya ada kelebihan dari korporasi yang ada disini yaitu asuransi dan beberapa benefit lainnya.

Bisa dibilang Qlue adalah Startup tapi mengambil hal positif dari korporasi. Saya belum bisa menulis banyak tentang bekerja di Qlue, suatu saat akan saya update.

Kesimpulan

Korporasi atau startup lebih baik mana? tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Tapi kita yang bisa menentukan apakah pekerjaan di startup atau korporasi sudah memenuhi kebutuhan dan passion kita. Jangan sampai bekerja tapi terpaksa karena tidak ada pilihan lain.

Ada yang ingin menjadi ikan kecil di kolam yang besar, ada yang ingin menjadi ikan besar di kolam yang kecil. Setiap orang punya pilihan hidup masing-masing.

Satu lagi, jangan sia siakan waktu kamu di hari itu dengan mengerjakan hal yang tidak kamu sukai, karena kita tidak bisa ambil waktu yang terbuang.

comments powered by Disqus